Mengenal Sejarah Klitih di Jogja yang berujung maut.
Jogja, sebuah kota istimewa yang dikenal juga dengan kota pelajar ini sekarang sedang ramai dengan berbagai peristiwa kekerasan yang disebut dengan klitih. Bukan hanya korban secara materi atau uang, nyawa pun sudah mulai berjatuhan dikarenakan kelakuan orang tidak bertanggung jawab.
Bahkan akhir-akhir ini juga, salah satu member motuba Taufik Nurhidayat meninggal dunia karena mobilnya dilempar batu oleh orang tidak dikenal.
Jika kita telaah mengenai Klitih ini sekarang sudah mirip bahkan hampir menjadi kejahatan, harus ditindak dan dihentikan sebelum menjadi sebuah momok yang membuat citra Jogja menurun karena kejadian-kejadian tersebut.
4 tahun terakhir ada istilah baru mengenai kekerasan di Jogja yang banyak dibicarakan, orang menyebut istilah tersebut dengan kata Klitih. Klitih berasal dari bahasa prokem klitah klitih yang kurang lebih artinya mondar mandir tanpa tujuan saat ini mengalami pergeseram makna menjadi perilaku kekerasan di jalan yang dilakukan tanpa alasan.
Jika diruntut, perilaku klitih dimulai kisaran tahun 2000an awal, perilaku ini dilakukan pelajar SMP/SMA yang saling bermusuhan dan sasarannya adalah menyerang siswa SMA musuh saat mereka pulang sekolah atau saat lengah. Misalnya SMA 4 yang punya masalah dengan anak SMA 6, klitih dilakukan siswa SMA 4 dengan sasaran hanya siswa SMA 6 saja entah saat siswa SMA 6 pulang sekolah dengan mengidentifikasi melalui stiker yang menempel di helm atau motor, dengan melihat seragam, atau dengan memberhentikan dan tanya dari SMA mana. Perilaku ini kemudian berkembang dilakukan tidak hanya siang atau sore hari saat jam pulang sekolah tetapi juga saat malam hari hingga dini hari, pokoknya asal ketemu siswa SMA lawan entah itu paham akan permusuhan kedua SMA atau tidak langsung saja dilukai bahkan dikeroyok.
Selama 10 tahun klitih populer di kalangan pelajar SMP/SMA Jogja perliaku ini semakin beringas saja, jika sebelumnya sasaran dan pelakunya jelas antar dua atau lebih SMP/SMA yang bermusuhan dan tidak asal melukai maka semenjak 2013 yang jadi korban dan pelaku sudah tak bisa lagi dipetakan. Meski pelakunya hampir semua masih berusia remaja dan pelajar sekolah, namun mereka tak lagi hanya menyasar siswa sekolah lawan, pelaku juga membentuk geng gabungan remaja (mayoritas di bawah umur) beberapa sekolah untuk melakukan klitih ini dengan sasaran acak tak peduli muda atau tua perempuan atau lelaki. Akhir akhir ini perilaku klitih semakin meresahkan saja, jika sebelumnya korban adalah pengendara motor roda dua, saat ini pengendara mobilpun jadi sasaran dengan modus pelemparan batu. Entah apa yang ada dipikiran anak anak pelaku klitih tersebut, orang tak tahu apa apa mengendarai mobil tiba tiba dilempar batu kacanya. Terakhir almarhum Taufik Nurhidayat keluarga Alumni Gajah Mada yang harus meregang nyawa karena perilaku biadap ini, mobilnya dilempar batu orang tak dikenal di jalan Godean.
Sudah saatnya aparat Kepolisian lebih serius memberantas perilaku kriminal yang meresahkan ini, pelaku harus diberikan shock terapi bahkan jika perlu tembak di tempat karena selama ini pelaku tak jera bahkan semakin merajalela karena sudah menjadi rahasia umum setelah ditangkap hanya ditahan beberapa hari dan dilepaskan lagi dengan alasan masih di bawah umur atau kalaupun hingga disidangkan hukuman yang diberikan juga dirasa ringan. Orang tua yang memiliki anak usia SMP SMA juga sudah seharusnya mengawasi dengan ketat setiap kegiatan di luar sekolah yang dilakukan oleh anaknya, karena banyak pelaku klitih ini adalah anak baik baik di rumah namun ternyata beringas saat berkumpul dengan teman teman seusianya. Masyarakatpun harus ikut berperan aktif dalam mengawasi dan menjaga lingkungan, baik itu dengan kembali menggalakan Siskamling atau mengingatkan jika melihat gelagat anak tetangga yang akan melakukan klitih. Mudah mudahan fenomena klitih di Jogja segera dapat diberantas dan diatasi.
Sumber : Info Cegatan Jogja
Bahkan akhir-akhir ini juga, salah satu member motuba Taufik Nurhidayat meninggal dunia karena mobilnya dilempar batu oleh orang tidak dikenal.
Jika kita telaah mengenai Klitih ini sekarang sudah mirip bahkan hampir menjadi kejahatan, harus ditindak dan dihentikan sebelum menjadi sebuah momok yang membuat citra Jogja menurun karena kejadian-kejadian tersebut.
Ilustrasi : Klitih semakin merajalela di Jogja |
4 tahun terakhir ada istilah baru mengenai kekerasan di Jogja yang banyak dibicarakan, orang menyebut istilah tersebut dengan kata Klitih. Klitih berasal dari bahasa prokem klitah klitih yang kurang lebih artinya mondar mandir tanpa tujuan saat ini mengalami pergeseram makna menjadi perilaku kekerasan di jalan yang dilakukan tanpa alasan.
Jika diruntut, perilaku klitih dimulai kisaran tahun 2000an awal, perilaku ini dilakukan pelajar SMP/SMA yang saling bermusuhan dan sasarannya adalah menyerang siswa SMA musuh saat mereka pulang sekolah atau saat lengah. Misalnya SMA 4 yang punya masalah dengan anak SMA 6, klitih dilakukan siswa SMA 4 dengan sasaran hanya siswa SMA 6 saja entah saat siswa SMA 6 pulang sekolah dengan mengidentifikasi melalui stiker yang menempel di helm atau motor, dengan melihat seragam, atau dengan memberhentikan dan tanya dari SMA mana. Perilaku ini kemudian berkembang dilakukan tidak hanya siang atau sore hari saat jam pulang sekolah tetapi juga saat malam hari hingga dini hari, pokoknya asal ketemu siswa SMA lawan entah itu paham akan permusuhan kedua SMA atau tidak langsung saja dilukai bahkan dikeroyok.
Selama 10 tahun klitih populer di kalangan pelajar SMP/SMA Jogja perliaku ini semakin beringas saja, jika sebelumnya sasaran dan pelakunya jelas antar dua atau lebih SMP/SMA yang bermusuhan dan tidak asal melukai maka semenjak 2013 yang jadi korban dan pelaku sudah tak bisa lagi dipetakan. Meski pelakunya hampir semua masih berusia remaja dan pelajar sekolah, namun mereka tak lagi hanya menyasar siswa sekolah lawan, pelaku juga membentuk geng gabungan remaja (mayoritas di bawah umur) beberapa sekolah untuk melakukan klitih ini dengan sasaran acak tak peduli muda atau tua perempuan atau lelaki. Akhir akhir ini perilaku klitih semakin meresahkan saja, jika sebelumnya korban adalah pengendara motor roda dua, saat ini pengendara mobilpun jadi sasaran dengan modus pelemparan batu. Entah apa yang ada dipikiran anak anak pelaku klitih tersebut, orang tak tahu apa apa mengendarai mobil tiba tiba dilempar batu kacanya. Terakhir almarhum Taufik Nurhidayat keluarga Alumni Gajah Mada yang harus meregang nyawa karena perilaku biadap ini, mobilnya dilempar batu orang tak dikenal di jalan Godean.
Sudah saatnya aparat Kepolisian lebih serius memberantas perilaku kriminal yang meresahkan ini, pelaku harus diberikan shock terapi bahkan jika perlu tembak di tempat karena selama ini pelaku tak jera bahkan semakin merajalela karena sudah menjadi rahasia umum setelah ditangkap hanya ditahan beberapa hari dan dilepaskan lagi dengan alasan masih di bawah umur atau kalaupun hingga disidangkan hukuman yang diberikan juga dirasa ringan. Orang tua yang memiliki anak usia SMP SMA juga sudah seharusnya mengawasi dengan ketat setiap kegiatan di luar sekolah yang dilakukan oleh anaknya, karena banyak pelaku klitih ini adalah anak baik baik di rumah namun ternyata beringas saat berkumpul dengan teman teman seusianya. Masyarakatpun harus ikut berperan aktif dalam mengawasi dan menjaga lingkungan, baik itu dengan kembali menggalakan Siskamling atau mengingatkan jika melihat gelagat anak tetangga yang akan melakukan klitih. Mudah mudahan fenomena klitih di Jogja segera dapat diberantas dan diatasi.
Sumber : Info Cegatan Jogja