Sudah 9606 orang yang menandatangai Petisi Damai Grab Taxi dengan Taxi Konvensional.
Baru saja saya mendapatkan email dari Change.org mengenai Petisi dengan judul "Pengusaha dan Pengemudi Taksi Konvensional, Berdamailah dengan Konsumen (Digital) mu...". Dan setelah saya lihat sampai dengan hari ini jam 15;00 sudah ada 9606 orang yang menandatangi petisi tersebut, dan tentu jumlah itu akan terus bertambah.
Jika kita lihat langsung dari SINI maka akan kita lihat banyak diantara para penandatangan petisi yang setuju dengan adanya uber dan grab. Bisa jadi karena tarif dari grab car dan uber ini yang memang lebih murah dibandingkan taxi konvensional. IndoBlazer menggaris bawahi masalh ini bukan karena aplikasi, tapi lebih kepada tarif. Tarif Abnormal yang membuat taxi konvensional kalah telak.
Jika yang menjadi masalah soal aplikasi Taxi konvensional juga sudah punya aplikasi untuk Android ataupun ios. Misalnya saja saya ambil contoh Blue Bird, Taxi dengan logo burung biru ini sudah mempunyai aplikasi android lama sebelum booming nih Grab Taxi dan Uber Taxi. Lebih lama juga lebih terkenal juga tapi masih tetap saja kalah saing. Kenapa? Bukan karena aplikasi, tapi karena tarif. Untuk tarif Taxi konvensional jarak Bekasi Kranji- Cibitung bisa sampe 100 ribu, tapi Grab Taxi hanya membayar dengan tarif 70 ribu. Wow lebih murah kan.
Dan inilah yang membuat taxi konvensional merasa kalah tarif. Belum lagi soal kendaraan, Taxi lebih banyak model sedan walaupun ada model Honda Mobilio dan premium car tapi tentu tarif berbeda. Nah kalo uber taxi atau Grab taxi tarif sama saja walaupun pake mobil avanza, xenia, mobilio Ertiga atau innova sekalipun. Jelas kalah telak kalo soal tarif.
Berikut isi dari Petisi dengan judul "Pengusaha dan Pengemudi Taksi Konvensional, Berdamailah dengan Konsumen (Digital) mu..."
Pengusaha dan pengemudi taksi konvensional, beradaptasilah dengan teknologi, pahami perilaku konsumen di era digital! Jangan menentang perubahan, berdamailah dengannya...!
"Pesaingnya (taksi konvensional) bukan sesama bisnis taksi, melainkan para pembuat aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen yang membutuhkan jasa angkutan. Selamat datang di peradaban sharing economy. Efisiensi menjadi kenyataan karena kita saling mendayagunakan segala kepemilikan yang tadinya idle dari owning economy. Hadirnya aplikasi (online) ini membuat bisnis taksi tersaingi. Begitulah, kita tak bisa membendung teknologi. Ia akan hadir untuk menghancurkan bisnis yang sudah mapan, yang tak bisa beradaptasi dengan perubahan. Persis kata Charles Darwin, bukan yang terkuat yang akan bertahan, tetapi yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Intinya jangan menentang. Berdamailah dengan perubahan." (Rhenald Khasali, Pakar Manajemen Pemasaran. Sumber: http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=26&date=2016-03-17
"Perusaahaan taksi konvensional memang sedang menghadapi tantangan berat. Konsumen kini punya pilihan yang lebih baik. Dengan menggunakan transportasi berbasis aplikasi, mereka bebas memilih kendaraan mana yang akan dinaikinya sebagai pengganti taksi. Apakah perusahaan taksi (dan para sopirnya) itu tak sadar bahwa yang mereka lawan adalah konsumen mereka sendiri, yang selama ini mereka layani apa adanya (itu jika betul mereka melayani)? Memang berat menghadapi konsumen di era digital. Jika ingin bertahan di era digital, perusahaan/produsen harus memahami perilaku konsumen digital ini. Masuk dan bertempur di layanan berbasis aplikasi. Konsumen di era digital menyukai layanan digital yang memudahkan hidupnya." (Nukman Luthfie, Pakar Media Sosial. Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2016/03/15/10130841/Pengusaha.Taksi.Melawan.Konsumen.Mereka.Sendiri
Menteri Kominfo pun telah berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan serta Menteri Koperasi dan UKM. Adapun solusi win-win yang kemudian difasilitasi oleh pemerintah adalah:
Bagi kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum berbasis aplikasi online, kini pengemudi atau pemiliknya dapat bergabung dalam koperasi. Melalui koperasi tersebut, pengemudi atau pemilik kendaraan dapat mengajukan uji teknis dan kelaikan kendaraan (uji kir) demi keselamatan penumpang sebagaimana diatur dalam UU Transportasi.
Bagi penyedia layanan aplikasi online diharuskan memiliki Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment) di Indonesia. Grab Car telah memiliki badan hukum Perseroan Terbatas (PT), sedangkan Uber belum memiliki. Syarat BUT ini diperuntukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen juga terkait dengan aspek penghitungan pajak negara.
(Sumber: diramu dari berbagai media. Kredit foto: Reuters/Detikcom)
Mudah-mudahan pemerintah bisa memberikan jalan keluar untuk masalah tersebut, jangan sampai berlarut-larut dan akhirnya konsumen yang bingung dan terbengkalai.
Bagi yang ingin ikut menandatangani silahkan klik di SINI.
Jika kita lihat langsung dari SINI maka akan kita lihat banyak diantara para penandatangan petisi yang setuju dengan adanya uber dan grab. Bisa jadi karena tarif dari grab car dan uber ini yang memang lebih murah dibandingkan taxi konvensional. IndoBlazer menggaris bawahi masalh ini bukan karena aplikasi, tapi lebih kepada tarif. Tarif Abnormal yang membuat taxi konvensional kalah telak.
Jika yang menjadi masalah soal aplikasi Taxi konvensional juga sudah punya aplikasi untuk Android ataupun ios. Misalnya saja saya ambil contoh Blue Bird, Taxi dengan logo burung biru ini sudah mempunyai aplikasi android lama sebelum booming nih Grab Taxi dan Uber Taxi. Lebih lama juga lebih terkenal juga tapi masih tetap saja kalah saing. Kenapa? Bukan karena aplikasi, tapi karena tarif. Untuk tarif Taxi konvensional jarak Bekasi Kranji- Cibitung bisa sampe 100 ribu, tapi Grab Taxi hanya membayar dengan tarif 70 ribu. Wow lebih murah kan.
Dan inilah yang membuat taxi konvensional merasa kalah tarif. Belum lagi soal kendaraan, Taxi lebih banyak model sedan walaupun ada model Honda Mobilio dan premium car tapi tentu tarif berbeda. Nah kalo uber taxi atau Grab taxi tarif sama saja walaupun pake mobil avanza, xenia, mobilio Ertiga atau innova sekalipun. Jelas kalah telak kalo soal tarif.
Berikut isi dari Petisi dengan judul "Pengusaha dan Pengemudi Taksi Konvensional, Berdamailah dengan Konsumen (Digital) mu..."
Pengusaha dan pengemudi taksi konvensional, beradaptasilah dengan teknologi, pahami perilaku konsumen di era digital! Jangan menentang perubahan, berdamailah dengannya...!
"Pesaingnya (taksi konvensional) bukan sesama bisnis taksi, melainkan para pembuat aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen yang membutuhkan jasa angkutan. Selamat datang di peradaban sharing economy. Efisiensi menjadi kenyataan karena kita saling mendayagunakan segala kepemilikan yang tadinya idle dari owning economy. Hadirnya aplikasi (online) ini membuat bisnis taksi tersaingi. Begitulah, kita tak bisa membendung teknologi. Ia akan hadir untuk menghancurkan bisnis yang sudah mapan, yang tak bisa beradaptasi dengan perubahan. Persis kata Charles Darwin, bukan yang terkuat yang akan bertahan, tetapi yang mampu beradaptasi dengan perubahan. Intinya jangan menentang. Berdamailah dengan perubahan." (Rhenald Khasali, Pakar Manajemen Pemasaran. Sumber: http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=26&date=2016-03-17
"Perusaahaan taksi konvensional memang sedang menghadapi tantangan berat. Konsumen kini punya pilihan yang lebih baik. Dengan menggunakan transportasi berbasis aplikasi, mereka bebas memilih kendaraan mana yang akan dinaikinya sebagai pengganti taksi. Apakah perusahaan taksi (dan para sopirnya) itu tak sadar bahwa yang mereka lawan adalah konsumen mereka sendiri, yang selama ini mereka layani apa adanya (itu jika betul mereka melayani)? Memang berat menghadapi konsumen di era digital. Jika ingin bertahan di era digital, perusahaan/produsen harus memahami perilaku konsumen digital ini. Masuk dan bertempur di layanan berbasis aplikasi. Konsumen di era digital menyukai layanan digital yang memudahkan hidupnya." (Nukman Luthfie, Pakar Media Sosial. Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2016/03/15/10130841/Pengusaha.Taksi.Melawan.Konsumen.Mereka.Sendiri
Menteri Kominfo pun telah berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan serta Menteri Koperasi dan UKM. Adapun solusi win-win yang kemudian difasilitasi oleh pemerintah adalah:
Bagi kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum berbasis aplikasi online, kini pengemudi atau pemiliknya dapat bergabung dalam koperasi. Melalui koperasi tersebut, pengemudi atau pemilik kendaraan dapat mengajukan uji teknis dan kelaikan kendaraan (uji kir) demi keselamatan penumpang sebagaimana diatur dalam UU Transportasi.
Bagi penyedia layanan aplikasi online diharuskan memiliki Badan Usaha Tetap (Permanent Establishment) di Indonesia. Grab Car telah memiliki badan hukum Perseroan Terbatas (PT), sedangkan Uber belum memiliki. Syarat BUT ini diperuntukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen juga terkait dengan aspek penghitungan pajak negara.
(Sumber: diramu dari berbagai media. Kredit foto: Reuters/Detikcom)
Mudah-mudahan pemerintah bisa memberikan jalan keluar untuk masalah tersebut, jangan sampai berlarut-larut dan akhirnya konsumen yang bingung dan terbengkalai.
Bagi yang ingin ikut menandatangani silahkan klik di SINI.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
FanPage : IndoBlazer
Twitter : @djosave
Email : pakeherbal@gmail.com
BBM : 53FB5271